7 bukti Kita Mirip Leluhur Kita



Buku-buku sejarah ditulis oleh orang-orang terpelajar pada masanya. Jadi, ketika kita mempelajari budaya kuno, mudah untuk mendapatkan gagasan kalau masyarakat kuno jauh lebih berbudaya dari masyarakat modern.




Tetapi saat lihat peninggalan-peninggalan riwayat, kita akan diperlihatkan dengan deskripsi yang cukup mengagetkan mengenai pekerjaan setiap hari leluhur kita. Kenyataannya, mereka jauh sama seperti kita yang hidup di waktu ini. Berikut 7 bukti mengagetkan jika leluhur kita hampir sama dengan kita.

Di masa kekinian ini, kita seringkali lakukan perbincangan tidak penting mengenai video game atau olahraga. Kenyataannya, leluhur kita lakukan hal sama sama seperti kita.

Dikutip dari situs Pompeiana.org, beberapa sejarawan belakangan ini mulai pelajari grafiti kuno untuk langkah untuk lihat kehidupan rakyat biasa di waktu lampau. Mereka sudah mendapatkan bukti jika leluhur kita seringkali bagikan opini yang kurang mengenakkan, seperti kita yang suka menulis komentar di media sosial pada sekarang ini.

Saat Sydromachos berjalan melalui satu tembok di Atena 1.500 tahun lalu, ia akan lihat tulisan besar yang memberi komentar satu insiden atau seorang. Bila mereka telah menulisnnya pada dinding, kita cuma bisa memikirkan mengenai apakah yang akan mereka sebutkan di muka orangnya langsung.

Kita tentu mempunyai rekan yang akan mempublikasikan segala hal yang mereka kerjakan di Facebook atau Instagram. Kita kemungkinan memikir jika ini ialah efek dari perubahan tehnologi yang sangat mungkin kita untuk mendokumentasikan tiap faktor kehidupan kita, walaupun kenyataannya ini bukan hal yang baru benar-benar.

Ini ditunjukkan dengan graffiti yang diawetkan dari puing-puing Pompeii, yang menulis tipe info yang menurut sebagian orang cukup penting untuk ditayangkan ke dunia.

Di barak gladiator contohnya, ada tulisan "Pada 19 April, saya membuat roti." Disamping yang lain, "Pada 20 April, saya punyai jubah untuk dicuci." Sedang dibagian luar barak tercatat "Apollinaris, dokter kaisar Titus, buang air besar secara baik di sini." Kenyataannya, warga Romawi kuno bukan salah satu yang menyukai merekam pekerjaan setiap hari mereka.

Mencuplik dari Orkneyjar.com, banyak pula rune pada Viking kuno yang menghiasi makam di Maeshowe, Skotlandia, yang mengatakan mengenai hal ini-dan-itu, kenapa mereka mengukir rune ini atau membuat salib itu.

Di tahun 1976, beberapa arkeolog di Irak mendapatkan pecahan tablet berumur 3.500 tahun yang memberikan mereka pandangan unik mengenai hasrat komedi Mesopotamia kuno. Penemuan ini benar-benar jarang-jarang sebab gurauan serta teka-teki didalamnya yang berbentuk spontan, verbal, serta di rasa tak perlu dicatat untuk anak cucu mereka.

Tablet itu dicatat dengan canggung, membuat beberapa periset berspekulasi jika pengarangnya ialah seorang siswa yang baru belajar menulis. Translate-nya memberi deskripsi yang membuat cerah mengenai hasrat komedi warga Babilonia.

Salah satunya fragmen yang masih tetap utuh dengan jawaban yang telah lama hilang mengeluarkan bunyi: "untuk ibumu, [aku] ialah orang yang lakukan jalinan intim dengannya." Sepintas, komedi ini seperti terlihat komedi "yo mama" yang ngetrend di Amerika Serikat.

Sama seperti yang diambil dari situs The Guardian, ada juga komedi dari Romawi kuno yang mengatakan jika beberapa intelektual itu pintar tapi tidak arif; beberapa kasim benar-benar lucu, serta begitupun beberapa orang dengan hernia.

Anehnya lagi, satu buku tebal yang dicatat oleh seorang sarjana Islam dari Baghdad pada era ke-11 berisi mengenai kelompok komedi untuk acara pesta. Rupanya, leluhur kita suka juga membuat komedi receh seperti kita di waktu ini.

Baca : Toleransi di Rumah Betang: Beda Agama tetapi Satu Leluhur 

Meluasnya pemakaian kata kecaman atau sumpah serapah bukan penemuan kekinian — itu cuma beberapa kata yang berevolusi. Kata seperti "leg" kemungkinan dipandang benar-benar vulgar di jaman Victoria, tapi ide mengenai bahasa yang tidak bisa diterima dengan cara sosial semakin lebih tua dari itu.

Terdapat beberapa bukti yang mengatakan jika banyak teks Romawi kuno yang mengacu pada cacian yang diambil dari beberapa bagian badan. Anehnya, istilah-istilah yang dipandang suci dibuat untuk bahan ejekan. Dikutip dari situs The Atlantic, Priapus, (dewa kesuburan) contohnya, biasa digunakan warga Romawi untuk mengejek tetangga mereka.

Koneksi di antara kata cacian serta agama ini masih dapat disaksikan sampai saat ini. Bukan hal yang mengagetkan jika kita masih menggunakannya semasa beberapa ribu tahun, lihat bagaimana leluhur kita sudah lakukan hal sama.

Walau perjudian ialah kesibukan yang ilegal di Romawi kuno (terkecuali semasa festival Saturnus), semua bukti riwayat memperlihatkan jika perjudian dipandang begitu membahagiakan buat mereka hingga susah untuk dijauhi.

Dikutip dari situs BBC, ini nampak pada dinding bar di semua kota Romawi yang dihiasi dengan mural yang memvisualisasikan sekumpulan pria yang sedang main permainan dadu serta tipe perjudian yang lain.

Bukti riwayat memperlihatkan jika mereka seringkali mengukir papan judi mereka sendiri. Serta koridor Colosseum sudah dirusak untuk dibuat papan permainan kuno, seperti juga tangga kuil serta forum-forum Romawi.

terukir di dinding-dinding warung minuman satu perintah yang memperjelas jika, bila kalian tidak paham langkah bermain, karena itu kalian harus berdiri serta memberi tempat duduk pada seseorang yang bisa melakukan. Seakan peringatan itu masih kurang, beberapa mural memvisualisasikan adegan perkelahian di atas meja dadu yang terbalik.

Harus diingat kembali lagi jika hutang judi salah satu pemicu keruntuhan Romawi kuno, hingga beberapa periset memikir jika itu yang membuat perjudian dilarang dalam tempat pertama.

Sama dengan kita, rupanya beberapa orang Romawi menyukai hewan peliharaan mereka. Sama dengan sekarang ini, hewan peliharaan pada saat Romawi kuno dipisah ke beberapa kelompok yang lain.

Beberapa disimpan di dalam rumah, dinamakan, serta diperlakukan dengan penuh kasih sayang, sesaat lainnya dipakai untuk hewan pekerja — termasuk juga domba, anjing penjaga, kuda gerobak, serta kuda kavaleri. Serta ular serta musang biasanya dijaga untuk pastikan rumah itu bebas dari tikus serta hama.

Berdasar jurnal yang dikutip dari situs Uchicago.edu, beberapa hewan cuma dibuat untuk hewan peliharaan, dijaga untuk teman dekat serta dikasih tempat spesial dalam keluarga mereka. 

Beberapa arkeolog sudah mendapatkan teks serta prasasti yang menerangkan mengenai hewan peliharaan terkasih ini, yang dalam beberapa masalah dilukiskan untuk anak asuh buat mereka. Diantaranya mengatakan saat seekor anjing yang setia mati, mereka harus dimuliakan dengan penyemayaman yang pas. 

Beberapa hewan peliharaan juga dihargai, hingga mereka di-import di luar negeri. Contohnya saja anjing kecil Melita dibawa ke Romawi dari Afrika, kucing di-import dari Mesir, serta hewan peliharaan lain yang semakin eksotis termasuk juga burung beo, monyet, serta kucing besar seperti lynx serta harimau di-import pada saat itu.

Tato bukan suatu hal yang baru. Bukti paling dahulu memperlihatkan jika tato telah dibuat untuk bentuk seni semenjak Jaman Tembaga. Ini nampak di badan Otzi the Iceman, dimana tangan, kaki, serta persendiannya memperlihatkan sisa tato dengan design simpel, yang kemungkinan mempunyai arah klinis yang sama dengan akupuntur kekinian. 

Sinyal sama sudah diketemukan pada badan mumi Mesir. Bangsa Romawi, yang menghormati kesucian serta kemurnian badan manusia, memulai mengganti sikap mereka saat turut menghisap budaya tato dari Eropa utara.

Sedang Tentara Salib seringkali membuat tato simbol-simbol Kristen di badan mereka, hingga mereka bisa diberi penguburan yang wajar bila luruh dalam pertarungan.

Tetapi, seperti beberapa orang sekarang ini, nenek moyang kita nampaknya tidak selamanya pandai dalam pilih mode tato yang pas, sebab banyak dokter Romawi yang buka praktik untuk lakukan penghilangan tato pada eranya. Sayangnya, proses penghilangan tato ini tidak selamanya sukses secara baik. 

Beberapa caranya termasuk juga menyuntikkan beberapa zat seperti anggur, bawang putih, serta kotoran burung di bawah kulit. Tehnik setelah itu diberi nama dermabrasi, yang pada umumnya bermakna pengamplasan kulit. 

Dilasnir dari situs sah punya Royal Museums Greenwich, saat beberapa misionaris Eropa mendapatkan beberapa orang pribumi yang dipenuhi tato di Polinesia, mereka mengaplikasikan satu bentuk dermabrasi yang disebutkan "holystoning," dimana beberapa misionaris itu memakai sepotong batu pasir untuk menggiling tato di badan.

Di Indonesia sendiri, budaya tato masih menempel pada Suku Dayak, Mentawai, Moi, serta suku-suku yang lain.

Nah, itu barusan 7 bukti mengagetkan jika leluhur kita hampir sama dengan kita. Rupanya, mereka suka juga lakukan banyak hal yang sekarang ini kita kira umum. 

Popular posts from this blog

Buta item dari penyanyi wanita pemula

Pro dan kontra lantai atas dan lantai bawah di apartemen bertingkat tinggi

Kata-kata kasar Yeri kepada Joy?